JAKARTA: Sebanyak 15 orang dengan topeng putih menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024. Mereka membawa spanduk besar bertuliskan tuntutan: “Kembalikan hak kami, jangan penjarakan hak konsumen dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).”
Kelompok yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta ini menuntut Kementerian PKP turun tangan membantu pengembalian uang pembelian unit apartemen Meikarta yang mangkrak sejak 2017. Total kerugian konsumen kelompok “jilid II” ini diperkirakan mencapai Rp 5-10 miliar. Istilah “jilid II” digunakan untuk membedakan mereka dengan 131 konsumen lain yang sebelumnya telah mendapatkan pengembalian dana.
“Kami tidak minta bunga atau kompensasi apa pun. Kami hanya ingin uang yang sudah kami setorkan dikembalikan,” kata Yosafat Ernald, koordinator aksi tersebut.
Menurut Yosafat, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta, berdalih tidak dapat mengembalikan dana karena status PKPU. Namun, ia menduga proses PKPU itu cacat hukum karena para konsumen tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Salah satu keputusan yang diambil adalah memperpanjang waktu serah terima unit hingga 2027 melalui voting yang dianggap tidak transparan.
Yosafat mendesak sejumlah lembaga, seperti DPR, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahkamah Agung (MA), dan Kementerian PKP, untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) PKPU. Pansus tersebut diharapkan dapat menyelidiki dugaan pelanggaran hukum terkait status PKPU perusahaan pengembang tersebut.
Awal Mula PKPU
Masalah PKPU bermula pada 5 Oktober 2020 ketika PT MSU digugat oleh kreditornya, PT Graha Megah Tritunggal dan Harry Supriyadi. Gugatan tersebut terkait dengan gagal bayar atas 10 seri surat utang jangka menengah (Medium Term Notes/MTN) yang jatuh tempo pada 26 Agustus 2023 dengan total nilai Rp 597,78 miliar.
Gugatan ini berujung pada proposal perdamaian yang disahkan melalui putusan homologasi nomor 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat pada 18 Desember 2020. Putusan ini berkekuatan hukum tetap pada 26 Juli 2021. Berdasarkan homologasi tersebut, PT MSU diwajibkan menyerahkan unit apartemen kepada konsumen secara bertahap hingga 2027.
Namun, sejumlah konsumen menyatakan keberatan atas keputusan tersebut. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan menolak jadwal serah terima yang dinilai terlalu lama serta tidak memberikan kepastian.
Kondisi Saat Ini
Hingga kini, banyak konsumen belum menerima unit apartemen yang dijanjikan. Pihak PT MSU tetap berpegang pada keputusan PKPU sebagai alasan untuk menunda pengembalian uang maupun penyerahan unit. Situasi ini memicu ketidakpercayaan konsumen terhadap kemampuan pengembang untuk memenuhi kewajiban mereka tepat waktu.
Melalui aksi ini, konsumen berharap pemerintah dapat mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka juga menyerukan agar hak konsumen tidak terus-menerus terabaikan akibat dalih hukum yang tidak adil.

