SUMBAWA, NTB: Dunia maya kembali dihebohkan dengan munculnya iklan penjualan sebuah pulau indah asal Indonesia di situs luar negeri, Private Islands Online. Pulau Panjang, yang terletak di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tercantum sebagai pulau pribadi yang dijual bersama empat pulau Indonesia lainnya. Namun, yang mengejutkan, harga jual pulau tersebut tidak dicantumkan sama sekali, meninggalkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
Pulau Panjang bukan sekadar pulau biasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 102 Tahun 2023, pulau ini memiliki luas mencapai 22.185,14 hektare dan telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Lebih dari itu, sejak tahun 1999, Pulau Panjang juga diakui sebagai Kawasan Suaka Alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan.
Dalam pengelolaannya, Pulau Panjang berada di bawah wewenang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, menjadikannya sebagai kawasan lindung yang tidak sembarangan dapat dimanfaatkan apalagi diperjualbelikan. Hal ini tentu memicu polemik mengenai legalitas dan etika dari penjualan pulau tersebut secara daring.
Secara ekologis, Pulau Panjang menyimpan kekayaan alam luar biasa. Hampir seluruh perairan di sekitarnya dipenuhi oleh terumbu karang dangkal yang tumbuh subur di kedalaman 0,5 hingga 7 meter. Keanekaragaman hayati lautnya sangat mengagumkan, dengan banyaknya spesies ikan karang yang menjadi daya tarik wisata bawah laut.
Tidak hanya lautnya yang memukau, daratan Pulau Panjang juga kaya akan vegetasi. Hutan mangrove yang lebat, didominasi oleh spesies dari genus Rhizophora seperti R. apiculata, R. stylosa, dan R. mucronata, menjadi benteng alami terhadap abrasi dan rumah bagi berbagai jenis fauna. Selain mangrove, pulau ini juga ditumbuhi vegetasi savana yang terdiri dari rumput liar, tanaman merambat, dan semak belukar.
Meski tergolong terpencil, akses ke Pulau Panjang bukanlah hal mustahil. Dari Mataram, perjalanan menuju pulau ini memakan waktu sekitar lima jam melalui kombinasi darat, laut, dan perahu tradisional. Rutenya cukup menarik: Mataram ke Labuhan Lombok (2 jam), lalu menyeberang dengan kapal feri ke Poto Tano (2 jam), dilanjutkan ke Alas (30 menit), menuju Pulau Bungin (15 menit), dan terakhir menyeberang ke Pulau Panjang dalam waktu sekitar 15 menit.
Menariknya, di sekitar Kecamatan Alas telah tersedia fasilitas umum seperti penginapan, warung makan, hingga retail modern yang memudahkan para wisatawan.
Penjualan Pulau Panjang secara daring tentu menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin kawasan konservasi dijual bebas di pasar online global? Publik dan aktivis lingkungan menuntut klarifikasi dan tindakan tegas dari pemerintah pusat maupun daerah untuk menjaga kedaulatan serta kelestarian alam Indonesia.
Apakah penjualan ini legal? Atau justru sebuah pelanggaran terhadap hukum dan etika pengelolaan sumber daya alam? Hanya waktu dan transparansi dari pihak terkait yang bisa menjawabnya. Namun satu hal pasti, Pulau Panjang bukan sekadar pulau—ia adalah warisan alam yang harus dijaga, bukan diperjualbelikan.

