JAKARTA: Seiring dengan semakin meluasnya penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di berbagai wilayah di Indonesia, banyak pengendara kini mulai terbiasa dengan sistem yang menangkap pelanggaran lalu lintas secara otomatis melalui kamera pengawas. Namun, tidak sedikit pula yang memilih mengabaikan surat konfirmasi pelanggaran yang dikirimkan ke alamat rumah mereka.
Padahal, mengabaikan surat tilang elektronik bukanlah tindakan bijak. Mengacu pada informasi resmi dari situs etle.polri.go.id, sistem ETLE tidak hanya berfungsi sebagai alat pencatat pelanggaran, melainkan juga terintegrasi langsung dengan data registrasi kendaraan bermotor. Artinya, setiap pelanggaran yang terekam oleh sistem akan dikaitkan secara otomatis dengan kendaraan serta identitas pemiliknya.
Jika pengendara tidak memberikan konfirmasi terhadap pelanggaran yang tertangkap kamera dan tidak menyelesaikan kewajibannya, yakni membayar denda yang tertera, maka konsekuensi administratif menanti. Sanksi yang diberlakukan berupa pemblokiran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Dengan kata lain, kendaraan yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk melakukan pengesahan STNK tahunan ataupun pembayaran pajak kendaraan.
Dampaknya tentu cukup signifikan. Pemilik kendaraan yang STNK-nya diblokir akan mengalami kesulitan jika ingin menjual kendaraannya, memperpanjang masa berlaku dokumen, atau bahkan hanya sekadar mengurus administrasi rutin. Situasi ini pada akhirnya akan memaksa pelanggar untuk menyelesaikan urusan tilangnya terlebih dahulu sebelum bisa mengurus hal-hal lainnya terkait kendaraan.
Berbeda dengan sistem tilang konvensional yang melibatkan pertemuan langsung antara petugas dan pelanggar, ETLE mendorong adanya disiplin dan kesadaran mandiri dari masyarakat. Setelah pelanggaran tercatat, surat konfirmasi akan dikirimkan ke alamat yang tercantum dalam dokumen kepemilikan kendaraan. Jika dalam batas waktu tertentu surat tersebut tidak ditindaklanjuti, maka sistem secara otomatis akan memblokir status administratif kendaraan tersebut.
Perlu dicatat bahwa meskipun tidak ada sanksi tambahan berupa denda lanjutan atau hukuman pidana atas ketidaktanggapan ini, pemblokiran STNK menjadi bentuk sanksi administratif yang cukup efektif memberikan efek jera. Terlebih, proses untuk membuka kembali blokir tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan. Pemilik kendaraan diwajibkan untuk terlebih dahulu menyelesaikan denda tilangnya, barulah proses normalisasi bisa dilakukan.
Dengan penerapan sistem ETLE yang semakin canggih dan luas cakupannya, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya mematuhi aturan lalu lintas. Tidak hanya demi keselamatan, tetapi juga untuk menghindari konsekuensi administratif yang dapat merepotkan di kemudian hari. Disiplin dalam berlalu lintas bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk tanggung jawab sebagai warga negara yang baik.