JAKARTA: Musim kemarau tahun 2025 diprediksi berlangsung tidak seperti biasanya. Meskipun secara klimatologis musim kemarau identik dengan sedikit hujan, namun kali ini sejumlah wilayah di Indonesia masih akan diguyur hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena ini sebagai “kemarau basah”.
Dalam laporan resmi BMKG mengenai prediksi musim kemarau 2025, disebutkan bahwa sekitar 60 persen wilayah Indonesia atau sekitar 416 Zona Musim (ZOM) diperkirakan mengalami musim kemarau dengan curah hujan yang tergolong normal. Wilayah yang termasuk dalam kategori ini mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Namun demikian, terdapat sekitar 26 persen wilayah atau 185 ZOM yang diprediksi mengalami kemarau dengan curah hujan di atas normal. Artinya, meskipun sudah memasuki musim kemarau, curah hujan di wilayah-wilayah ini justru akan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tahunan. Inilah yang disebut dengan kemarau basah.
Kemarau basah didefinisikan sebagai kondisi di mana hujan tetap turun dengan intensitas tinggi di musim kemarau. Padahal secara umum, musim kemarau di Indonesia memiliki curah hujan kurang dari 50 mm per bulan. Pada kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 mm per bulan.
Wilayah yang diprediksi akan mengalami kemarau basah mencakup sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian kecil Sulawesi, serta sebagian Papua bagian tengah.
Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional dan global. Faktor-faktor seperti suhu muka laut yang lebih hangat, aktivitas angin monsun yang masih aktif, serta keberadaan fenomena La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif menjadi penyebab utama. Kombinasi faktor-faktor tersebut menyebabkan hujan tetap turun di berbagai wilayah meskipun sudah masuk musim kemarau.
BMKG memperkirakan kondisi kemarau basah akan terus berlangsung setidaknya hingga Agustus 2025. Pada bulan Juni, sekitar 56,5 persen wilayah Indonesia diprediksi mengalami kondisi lebih basah dari biasanya. Persentase ini meningkat pada Juli hingga 75,3 persen wilayah, dan puncaknya terjadi pada Agustus dengan 84,9 persen wilayah mengalami kemarau basah.
Selain basah, musim kemarau tahun ini juga diprediksi lebih singkat dari biasanya. Berdasarkan analisis hingga pertengahan April 2025, BMKG menyatakan bahwa durasi musim kemarau di berbagai wilayah Indonesia akan berbeda-beda, namun secara umum lebih pendek.
Di Sumatera, kemarau diperkirakan berlangsung antara 3 hingga 12 dasarian (satu dasarian setara 10 hari). Di Jawa, durasinya antara 10 hingga 21 dasarian, sementara di Kalimantan berkisar 3 hingga 15 dasarian. Sulawesi mengalami variasi lebih luas, antara 3 hingga 24 dasarian. Bali, NTB, dan NTT diprediksi mengalami kemarau antara 13 hingga 24 dasarian, dan Maluku antara 3 hingga 9 dasarian. Sementara itu, wilayah Papua memiliki durasi kemarau bervariasi dari 3 hingga 21 dasarian.
Secara keseluruhan, musim kemarau 2025 diperkirakan akan berlangsung dengan karakteristik yang tidak biasa: lebih basah dan lebih singkat. Masyarakat diimbau tetap waspada terhadap potensi banjir lokal dan dampak iklim lainnya yang bisa muncul akibat kondisi cuaca yang tidak lazim ini.