JAKARTA: Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa dana sebesar Rp11,8 triliun yang disita dari PT Wilmar Group dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) bukanlah dana jaminan sebagaimana disebutkan oleh pihak perusahaan. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, pada Kamis (19/6/20250 di Jakarta.
Harli menyatakan bahwa dalam perkara korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, tidak dikenal istilah dana jaminan. Uang yang disita dalam proses hukum merupakan barang bukti atau bentuk pengembalian kerugian keuangan negara. Dengan demikian, penyitaan dana dari Wilmar merupakan langkah hukum yang sah dan sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan.
“Penanganan perkara korupsi tidak mengenal istilah dana jaminan. Yang benar adalah penyitaan uang sebagai barang bukti atau pengembalian kerugian keuangan negara,” tegas Harli. Ia juga menambahkan bahwa penyitaan tersebut telah disetujui oleh pengadilan dan jaksa penuntut umum (JPU) telah memasukkan rincian penyitaan tersebut dalam memori kasasi karena perkara masih berlangsung di Mahkamah Agung.
Penyitaan dana Rp11,8 triliun itu merupakan bagian dari penanganan perkara dugaan korupsi fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022. Dana tersebut disita dari lima anak perusahaan Wilmar Group, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menjelaskan bahwa akibat perbuatan lima korporasi tersebut, negara mengalami kerugian dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian perekonomian nasional. Total kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp11.880.351.802.619.
Pada 23 dan 26 Mei 2025, kelima anak perusahaan Wilmar tersebut mengembalikan seluruh dana sebesar Rp11,88 triliun yang mencerminkan total kerugian negara. Uang tersebut kini dititipkan dalam rekening penampungan lain (RPL) atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.
Namun, PT Wilmar Group memberikan pernyataan berbeda. Dalam rilis resminya, perusahaan menyebut bahwa pihak Kejagung telah meminta mereka menempatkan dana tersebut sebagai jaminan yang akan dikembalikan apabila mereka menang dalam proses kasasi. Sebaliknya, dana itu disebut bisa disita sebagian atau seluruhnya jika Wilmar dinyatakan kalah di tingkat Mahkamah Agung.
Pernyataan ini kemudian dibantah Kejagung, yang menegaskan bahwa dana tersebut bukanlah jaminan, melainkan bentuk nyata dari pengembalian kerugian negara serta barang bukti dalam perkara yang sedang ditangani.