BANDUNG: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung menyatakan bahwa dugaan kasus korupsi pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang ditemukan di Universitas Bandung (UB) berpotensi terjadi di kampus-kampus lain di Kota Bandung.
Modus Pemotongan Dana Mahasiswa Jarak Jauh
Kasus ini melibatkan pemotongan dana PIP yang seharusnya diberikan kepada mahasiswa kelas jarak jauh. Dalam skema ini, setiap mahasiswa yang berhak menerima dana sebesar Rp7,5 juta justru hanya menerima Rp2 juta hingga Rp3,8 juta. Sisanya, sekitar Rp3,7 juta hingga Rp5,5 juta, dipotong oleh para pelaku.
Tiga tersangka yang terlibat adalah BR, mantan rektor Universitas Bandung, serta UR dan YS, masing-masing Ketua dan Wakil Ketua Karang Taruna Institut (KTI) Kabupaten Bandung Barat. Menurut Kepala Kejari Kota Bandung, Ridha, modus yang dilakukan adalah menggunakan skema kelas jarak jauh atau kelas kerja sama, yang dalam praktiknya tidak melibatkan proses pembelajaran nyata. Bahkan, sebagian besar mahasiswa di kelas tersebut adalah penerima PIP.
“Modus dari UB ini adalah menggunakan kelas kerja sama atau kelas jauh yang pembelajarannya diyakini tidak ada prosesnya. Hampir semua mahasiswa di kelas tersebut adalah penerima PIP,” ujar Ridha.
Ridha juga mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlangsung. Meskipun saat ini hanya ada tiga tersangka yang ditetapkan, tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru jika ditemukan bukti tambahan.
“Saat ini belum ada tersangka baru, tetapi kemungkinan itu selalu ada tergantung bukti yang nantinya diperoleh,” katanya.
Pemberkasan
Kasus korupsi PIP di Universitas Bandung masih dalam tahap pemberkasan dan pelengkapan bukti. Karena itu, kasus ini belum bisa dilimpahkan ke pengadilan. “Kami sedang melengkapi bukti atau alat bukti yang ada. Setelah itu, pemberkasan akan dilakukan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri,” jelas Ridha.
Dampak kasus ini dirasakan sangat berat oleh Universitas Bandung. Satu fakultas yang terdiri atas tiga program studi (prodi) terpaksa ditutup karena dianggap fiktif. Prodi yang ditutup meliputi S1 Administrasi Bisnis, S1 Administrasi Publik, dan S2 Administrasi Publik.
Akibatnya, Universitas Bandung kini hanya menjalankan satu fakultas dengan tujuh prodi aktif, yaitu:
- D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
- D3 Teknologi Bank Darah
- D4 Manajemen Informasi Kesehatan
- D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- S1 Fisioterapi
- S1 Sistem Informasi
- S1 Teknik Informatika
Penutupan fakultas tersebut berdampak langsung pada kondisi keuangan universitas. Pendapatan yayasan tidak mencukupi untuk operasional kampus, termasuk membayar gaji dosen dan staf.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada tahun 2023 saat Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) dan Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Yayasan Bina Administrasi (YBA) Bandung bergabung menjadi Universitas Bandung. Setelah penggabungan tersebut, dilakukan pemeriksaan terkait dana PIP yang disalurkan oleh pemerintah pusat.
Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa salah satu fakultas tidak memiliki aktivitas pembelajaran yang memadai, bahkan dianggap fiktif. Akibatnya, fakultas tersebut ditutup, memengaruhi seluruh aspek operasional kampus.
Riki Hardiansyah, staf operator akademik, mengungkapkan bahwa dampak dari kasus ini sangat signifikan. “Karena bergabungnya STIA dan Poltekkes ke Universitas Bandung, pembelajaran menjadi tidak maksimal. Para dosen dan staf bahkan sudah tidak menerima gaji hingga tujuh bulan terakhir,” kata Riki.