JAKARTA: Mantan petinggi PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL), yang lebih dikenal sebagai Sritex, dua bersaudara Iwan Kurniawan Lukminto dan Iwan Setiawan Lukminto, melayangkan gugatan terhadap tim kurator kepailitan perusahaan tersebut. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga Semarang dan teregister pada Jumat, (16/5/2025), dengan nomor perkara 9/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2025/PN Niaga Smg.
Gugatan ini ditujukan kepada empat kurator yang menangani kepailitan Sritex Grup, yaitu Denny Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin. Dalam gugatannya, kedua bersaudara dari keluarga pemilik Sritex itu meminta pengadilan memerintahkan tim kurator untuk menghapus aset-aset pribadi mereka dari daftar harta pailit yang digunakan dalam proses kepailitan Sritex.
Dalam petitum gugatan yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Iwan bersaudara menyatakan keberatan atas penyertaan aset pribadi mereka dalam daftar aset kepailitan. Mereka meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa aset-aset tersebut harus dihapus dari pertelaan harta pailit, setidaknya sampai ada putusan hukum tetap (inkracht) terkait kepailitan Sritex.
Aset yang dipermasalahkan mencapai jumlah signifikan, yakni sebanyak 152 aset milik Iwan bersaudara yang tersebar di beberapa wilayah Jawa Tengah seperti Sukoharjo, Karanganyar, Surakarta, dan Sragen. Aset-aset ini dinilai tidak seharusnya masuk dalam daftar harta pailit karena statusnya sebagai milik pribadi, bukan bagian dari kekayaan Sritex Grup.
Iwan dan Iwan Setiawan Lukminto menilai tindakan tim kurator yang memasukkan aset pribadi ke dalam daftar harta pailit telah merugikan mereka secara hukum maupun materiil. Oleh karena itu, mereka meminta agar pengadilan memisahkan dengan jelas antara harta pribadi mereka dan harta milik entitas korporasi seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya — semua merupakan bagian dari Sritex Grup yang sedang dalam proses kepailitan.
Tak hanya menuntut penghapusan, Iwan bersaudara juga menyatakan telah menyerahkan aset pengganti secara sukarela kepada tim kurator. Mereka meminta agar pengadilan menyatakan sah penyerahan tersebut, dan agar aset sponsor yang mereka serahkan dijadikan sebagai pengganti atas aset pribadi yang sebelumnya tercantum dalam daftar harta pailit.
Aset sponsor yang mereka ajukan sebagai pengganti terdiri dari 103 sertifikat hak milik, yang seluruhnya berada di wilayah Sukoharjo. Dengan kata lain, mereka tidak keberatan jika aset yang memang diserahkan secara sukarela tersebut dimasukkan ke dalam daftar harta pailit, selama aset pribadi yang bukan bagian dari kekayaan perusahaan dikeluarkan.
“Menetapkan bahwa aset sponsor yang diberikan secara sukarela oleh para penggugat kepada tergugat adalah sah sebagai pengganti dan layak dimasukkan ke dalam daftar pertelaan harta pailit,” demikian kutipan petitum dalam gugatan yang dilayangkan oleh Iwan bersaudara sebagaimana tercatat di SIPP PN Niaga Semarang.
Kasus ini menyoroti kompleksitas dalam proses kepailitan perusahaan besar, khususnya dalam membedakan aset perusahaan dengan aset pribadi pemiliknya, terlebih jika ada hubungan erat antara keduanya. Persidangan ini berpotensi menjadi rujukan penting dalam penyelesaian sengketa kepailitan yang melibatkan aset personal pemegang saham atau manajemen perusahaan.
Dengan langkah hukum ini, Iwan Kurniawan dan Iwan Setiawan Lukminto berharap ada kejelasan hukum dan perlindungan atas hak milik pribadi mereka yang dianggap telah tercampur dengan urusan perusahaan yang kini berada dalam kondisi pailit.